Sebut Fiqih Produk Perang Salib, Imam Besar Masjid Istiqlal Disuruh Mondok Lagi di Pesantren
Sebut Fiqih Produk Perang Salib, Imam Besar Masjid Istiqlal Disuruh Mondok Lagi di Pesantren - Assalamualaikum Warahmatulahi Wabarakatuh, salam sejahtera kami ucapkan untuk para sobat Pembaca Islam Update 24 Jam. Semoga Allah selalu melindungi kita semua dan memberikan Rahmat dan hidayahNya sehingga sobat bisa meluangkan waktu untuk sekedar mampir di situs kami ini.
Dalam kesempatan ini kita akan mengupas tentang Sebut Fiqih Produk Perang Salib, Imam Besar Masjid Istiqlal Disuruh Mondok Lagi di Pesantren yang mungkin sedang sobat cari, dan kami sudah menyiapkan artikel ini dengan baik untuk dapat Sobat baca dan ambil informasi didalamnya. Diharapkan postingan kami kali ini dapat membawa manfaat untuk Sobat semuanya, oke selamat membaca.

Wacana pengkajian ulang materi fiqih di madrasah oleh Imam Besar Masjid Istiqlal, Nasaruddin Umar menuai kritik. Salah satunya dari Ketua Umum DPP Front Santri Indonesia (FSI), Habib Muhammad Hanif Al Athos.
Dia menjelaskan, fikih adalah hasil istinbath (pengambilan hukum) para ulama mujtahid mutlaq dari sumber-sumber hukum, seperti Alqur’an, sunnah, ijma’, qiyas, dan lain-lain. Hukum-hukum hasil Istinbath tersebut dikembangkan oleh ulama generasi berikuynya (mujtahid madzhab, mujtahid tarjih, mujathid fatwa) dengan sangat teliti dan hati-hati tanpa keluar dari metodologi yang digariskan oleh Imamnya.
“Kyai dan Pesantren harus waspada, ada yang mau obok-obok kurikulum pesantren dengan dalih deradikalisasi,” kata Habib Hanif sapaan akrabnya, Kamis (11/6).
Padahal, dia mencontohkan seperti Imam Syafi’i dengan sanad keiImuan yang bersambung sampai kepada Rasulullah SAW. Dari situlah asal usul kitab-kitab Fikih yang dipelajari diberbagai pesantren saat ini.
“Jadi kalau ada profesor yang mengatakan kitab fikih saat ini adalah produk Perang Salib, maka profesor tersebut perlu mondok lagi di pesantren agar cerdas dan tidak gagal faham soal sejarah fikih serta proses lahirnya hukum fikih,” ujarnya.
Sebelumnya, Nasaruddin mengusulkan pemerintah untuk mengkaji ulang pelajaran fikih di pondok pesantren jika hendak menangkal paham radikalisme. Nasaruddin mengatakan pelajaran fikih yang ada saat ini masih produk era Perang Salib, sehingga masih mempertentangkan negara Islam dengan negara bukan Islam.
“Kitab-kitab fikih yang kita pelajari sebetulnya produk-produk, sebagian besar produk Perang Salib. Maka itu konsep kenegaraan itu masih ada Darus Silmi, negara Islam. Kalau bukan negara Islam, berarti Darul Harb, negara musuh,” kata Nasaruddin dalam diskusi di Kantor BNPT, Jakarta, Rabu (10/6) dikutip dari CNN.
Ia menjelaskan fikih era Perang Salib mengusung tiga konsep negara, yaitu darul Islam, darul Harb (negara musuh), dan darul sulh (negara yang tidak menganut Islam, tetapi bersahabat). Dia berpendapat konsep itu sudah tidak relevan saat ini, karena saat ini sudah tidak ada lagi negara di dunia yang mencerminkan ciri-ciri dari konsep fikih itu.
“Sekarang kan kita enggak ada lagi, siapa yang mau dikategorikan darul harb? Siapa yang bisa jadi contoh negara Islam? Justru negara Islam yang babak belur di mana-mana, Afghanistan tiada hari tanpa peperangan, Suriah, Irak, Libya,” ucapnya.
“Harus diakui masih ada yang perlu kita benahi bersama,” imbuhnya. (eramuslim)
BANYAK DISUKAI PEMBACA :
Demikian pembahasan tentang Sebut Fiqih Produk Perang Salib, Imam Besar Masjid Istiqlal Disuruh Mondok Lagi di Pesantren yang dapat kami sampaikan untuk Anda. Semoga saja dapat mengobati rasa penasaran Sobat mengenai kabar atau berita yang sedang sobat cari.
Kedepannya kami akan terus menambah artikel kami, untuk itu tetap pantau terus situs Islam Update 24 Jam ini. Akhir kata kami ucapkan Wassalamualaikum Warahmatulahi Wabarokatuh, sampai ketemu di postingan kami selanjutnya. Salam sejahtera.
Dalam kesempatan ini kita akan mengupas tentang Sebut Fiqih Produk Perang Salib, Imam Besar Masjid Istiqlal Disuruh Mondok Lagi di Pesantren yang mungkin sedang sobat cari, dan kami sudah menyiapkan artikel ini dengan baik untuk dapat Sobat baca dan ambil informasi didalamnya. Diharapkan postingan kami kali ini dapat membawa manfaat untuk Sobat semuanya, oke selamat membaca.

Wacana pengkajian ulang materi fiqih di madrasah oleh Imam Besar Masjid Istiqlal, Nasaruddin Umar menuai kritik. Salah satunya dari Ketua Umum DPP Front Santri Indonesia (FSI), Habib Muhammad Hanif Al Athos.
Dia menjelaskan, fikih adalah hasil istinbath (pengambilan hukum) para ulama mujtahid mutlaq dari sumber-sumber hukum, seperti Alqur’an, sunnah, ijma’, qiyas, dan lain-lain. Hukum-hukum hasil Istinbath tersebut dikembangkan oleh ulama generasi berikuynya (mujtahid madzhab, mujtahid tarjih, mujathid fatwa) dengan sangat teliti dan hati-hati tanpa keluar dari metodologi yang digariskan oleh Imamnya.
“Kyai dan Pesantren harus waspada, ada yang mau obok-obok kurikulum pesantren dengan dalih deradikalisasi,” kata Habib Hanif sapaan akrabnya, Kamis (11/6).
Padahal, dia mencontohkan seperti Imam Syafi’i dengan sanad keiImuan yang bersambung sampai kepada Rasulullah SAW. Dari situlah asal usul kitab-kitab Fikih yang dipelajari diberbagai pesantren saat ini.
“Jadi kalau ada profesor yang mengatakan kitab fikih saat ini adalah produk Perang Salib, maka profesor tersebut perlu mondok lagi di pesantren agar cerdas dan tidak gagal faham soal sejarah fikih serta proses lahirnya hukum fikih,” ujarnya.
Sebelumnya, Nasaruddin mengusulkan pemerintah untuk mengkaji ulang pelajaran fikih di pondok pesantren jika hendak menangkal paham radikalisme. Nasaruddin mengatakan pelajaran fikih yang ada saat ini masih produk era Perang Salib, sehingga masih mempertentangkan negara Islam dengan negara bukan Islam.
“Kitab-kitab fikih yang kita pelajari sebetulnya produk-produk, sebagian besar produk Perang Salib. Maka itu konsep kenegaraan itu masih ada Darus Silmi, negara Islam. Kalau bukan negara Islam, berarti Darul Harb, negara musuh,” kata Nasaruddin dalam diskusi di Kantor BNPT, Jakarta, Rabu (10/6) dikutip dari CNN.
Ia menjelaskan fikih era Perang Salib mengusung tiga konsep negara, yaitu darul Islam, darul Harb (negara musuh), dan darul sulh (negara yang tidak menganut Islam, tetapi bersahabat). Dia berpendapat konsep itu sudah tidak relevan saat ini, karena saat ini sudah tidak ada lagi negara di dunia yang mencerminkan ciri-ciri dari konsep fikih itu.
“Sekarang kan kita enggak ada lagi, siapa yang mau dikategorikan darul harb? Siapa yang bisa jadi contoh negara Islam? Justru negara Islam yang babak belur di mana-mana, Afghanistan tiada hari tanpa peperangan, Suriah, Irak, Libya,” ucapnya.
“Harus diakui masih ada yang perlu kita benahi bersama,” imbuhnya. (eramuslim)
BANYAK DISUKAI PEMBACA :
- Mensos Soal Tulisan 'Bantuan Presiden': Salahnya di Mana? Warganet: Kalau Anies Yang Lakuin Pasti Salah
- Dear Pak Jokowi... STOK PANGAN Jadinya Gimana? Cukup atau Defisit? Kita Harus Percaya Yang Mana?
- Bukan Tokoh Kaleng-kaleng, Pengamat: Kata Simpang Siur Adalah Istilah Halus Jusuf Kalla Mengkritik Pemerintah
- Jerman Baru Saja Berhasil Suntikan Vaksin Corona ke Manusia
- Tribute to Habib Bahar bin Smith
Komentar
Posting Komentar